Getaran
handphoneku bener-bener bikin aku pusing. Emang sihh, gak biasanya aku sebel
sama getaran handphoneku. Tapi kali ini bener-bener beda, sangat berbeda dari
biasanya. Karena getaran itu menandakan ada sms dari orang yang sebenernya aku
sayang. Aku mengenalnya cukup lama, aku pernah bertatap muka dengannya sekali,
itupun hanya kebetulan. Yunaz namanya. Aku lebih mengenalnya dekat hanya lewat
dunia maya. Dia juga termasuk sahabatku yang pengertian. Kalo dilihat dari sisi
kepribadiannya, dia memang cukup menjadi idaman setiap cewek.
Sejak
kemarin sore, dia terus mengirim pesan yang menurutku terlalu romantis. Aku
sadar, dia menyukaiku bahkan lebih dari itu. Awal aku mengenalnya, aku
memutuskan untuk menjadikannya seorang sahabat sejatiku. Aku mulai bertanya
pada diriku sendiri, kenapa aku sekarang mulai menyukainya padahal niat awalku
hanya ingin bersahabat dengannya, tapi aku belum menemukan jawaban dari
pertanyaan yang timbul dari fikiranku itu sendiri. Belum sampai aku menemukan
jawaban itu, getaran handphoneku kembali menggangguku. Lagi-lagi Yunaz yang
mengirimiku pesan. Dia kembali memintaku untuk menjadi kekasihnya. Aku mulai
bingung untuk membalasnya. Mungkin karena aku terlalu lama memberinya jawaban,
dia memberiku pesan kosong sebanyak 3 kali. Aku mulai takut untuk memberi
jawaban padanya. Andai saja aku bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya kurasakan
saat ini padanya, pasti dia juga bakal seneng. Tapi hidup tak semudah itu.
Hidup ini penuh dengan pilihan. Termasuk untuk memilih keputusan untuk menjawab
permintaan darinya. Bahkan kurasa itu adalah soal tersulit, terumit yang pernah
kutemui. Aku belum pernah mendapatkan soal itu sebelumnya, jadi secara kalo aku
gaa bisa jawab.
Sebenarnya,
untuk menjawab itu mudah. Tapi mempertimbangkannya yang sulit. Aku harus bisa
memandang ke depan, bagaimana keadaan setelahnya. Kurasa jika aku memilih Yunaz
menjadi kekasihku itu lebih buruk daripada aku menolaknya. Tidak hanya dalam
satu pandangan, disisi lain, kalo aku nolak Yunaz aku takut dia dendam denganku
dan aku akan kehilangan dia sebagai sahabatku dan akan berubah menjadi musuhku.
Aku tak ingin itu terjadi. Akhirnya aku putuskan untuk menerimanya. Dia sangat
senang dengan jawabanku ini, begitu pula aku. Aku juga merasakan hal yang sama
seperti Yunaz. Aku dan dia sama-sama senang dengan hubungan yang lebih dari
sepasang sahabat sejati. Tak lama kemudian aku berfikir, apakah aku akan bisa
selamanya bahagia bersamanya ?.
Hari
ini aku harus pergi ke sekolah. Seperti hari-hari biasa saat sekolah, aku duduk
bersama Nana, sahabat karibku sejak awal menduduki tingkat SMP. Saat istirahat
tiba, aku menceritakan apa yang berubah dari statusku. Nana terkejut mendengar
apa yang kuceritakan. Ia tak mengira aku bisa mengubah statusku dari lajang
menjadi berpacaran. Karena sebelum-sebelumnya dia mengenalku sebagai wanita
yang tak pernah memiliki rasa kepada orang lain. Kali ini ceritanya beda, aku
memang sudah lama memendam rasa ini sejak bertemu dengannya saat aku dinner
bareng temen”ku di sebuah restaurant yang cukup ramai. Nana hanya tersenyum
senang mendengar cerita itu.
Sepulang
sekolah aku langsung menuju kamar untuk membuka handphoneku. Ternyata ada pesan
dari Yunaz, dia memberiku semangat untuk belajar giat. Tapi sayang aku baru
membacanya, kalo aja aku baca sebelum berangkat sekolah, pasti Ulangan Harianku
tadi bisa dapet nilai sempurna. Aku membalasnya dengan ucapan terima kasih. Aku
sangat senang dengan posisiku sekarang, memiliki orang yang begitu perhatian
dan bisa menjadi inspirasiku.
“Nez, makan dulu nih, udah Mama
siapin makan siangnya. Jangan lupa minum vitaminnya.” Ajak mama untuk makan
siang bersama.
“Iya Ma, Nezti ganti baju dulu ya
Ma. Habis itu langsung ke ruang makan.” Jawabku dengan menyertakan alasan.
“Cepetan ya Nez, udah ditungguin
Dede’ tuh !.” kata Mama agak sebel gara” aku cukup lama.
“Ok Ma, !.” jawabku simple.
Aku
segera menuju ruang makan untuk makan bareng Mama dan Dede’ tersayangku. Aku
tiba-tiba pengen mandang Mama dalam-dalam. Aku gaa tau kenapa aku jadi seperti
ini. Aku merasakan ada yang berbeda dengan perasaanku.
“Nez, kenapa liatin Mama kayak
gitu ? cepetan makan dulu. Habis itu bantuin Mama beres-beres.” Tegur Mama.
“Ehh.. Ii iya Ma, siiph. Prajurit
siap komandan.” Jawabku sedikit kaget mendengar kata-kata dari Mama.
Selesai
makan siang aku segera membantu Mamaku membereskan meja makan. Setelahnya aku
belajar untuk pelajaran besok. Tapi belum sampai aku membuka buku materiku, aku
merasa lemas disertai pusing sehingga buku yang kubawa terjatuh. Tak terasa ada
darah yang menetes dari hidungku. Tapi aku tak begitu mempermasalahkannya. Aku
berfikir mungkin hanya karena cape’ atau sebab lain yang tidak membahayakan,
karena sejak kecil aku sering mengalaminya. Tapi tak separah itu, aku hanya
mengeluarkan darah dan gaa sampe ngerasa lemes dan pusing kaya’ gini. Aku
segera menghapus tetesan darah di sampul bukuku. Agar besok temen” yang
meminjam bukuku tak curiga denganku.
Keesokan
harinya aku tetap menjalani hari-hariku seperti biasa. Meski sedikit ada yang
berbeda, hari ini aku berangkat menggunakan mobil pribadi Nana karena Papa gaa
bisa anterin aku ke sekolah. Papa sedang ada urusan bisnis ke luar kota. Aku
senang hari ini aku bisa berangkat bareng Nana. Dia juga seneng bisa bareng
sama aku, kan di mobil bisa bercanda bareng. Tengah asyik bercanda aku ngerasa
kepalaku seakan begitu berat dan tak bisa menggeleng. Tapi aku tak
menunjukkannya pada Nana, aku takut dia khawatir denganku. Sampai di sekolah
aku langsung menuju bangkuku dan tak duduk terlebih dahulu di depan kelas
seperti biasa. Nana terlihat begitu memperhatikanku, sehingga kuputuskan untuk
kembali ke depan dan bergurau bersama temen” yang laen, padahal asal mereka tau
aku merasakan begitu sakit di kepalaku ini.
Jam
pelajaran pun usai. Aku hari ini seperti tadi saat berangkat, pulang pun aku
bareng sama Nana. Sampainya di rumah aku langsung menuju kamar dan membuka HPku
sebentar untuk mengecek pesan yang masuk. Ternyata ada 7 pesan. 3 dari Yunaz
dan 4 dari teman sekolahku. Aku hanya membacanya dan tak membalasnya. Setelah
itu aku langsung berbaring di tempat tidurku karena aku tak kuat merasakan
sakit ini.
Aku
terbangun dari tidurku, tapi aku tak mendapati aku berada di dalam kamar
pribadiku. Aku ada di sebuah ruangan yang asing bagiku. Rasanya di ruangan ini
begitu dingin, disampingku ada Papa, Mama, dan Dede’. Aku senang karena Papa
sudah pulang, padahal di jadwal Papa baru pulang lusa depan.
“Pa, Ma, kakak kenapa ?.” Tanya
Dede’ku
“gapapa Dede’. Kakak cuma capek
aja.” Jawab Papa
Akhirnya
masuklah tante dan omku, mereka hanya menyapaku dan tak mengobrol denganku.
Tapi aku melihat mata mereka merah seperti bekas menangis. Mereka mengajak
Dede’ keluar dari ruangan. Aku bingung kenapa aku bisa nyasar ke tempat ini.
Padahal sebelumnya aku tidur di kamarku, bukan di ruangan dingin ini.
“Pa, aku seneng Papa udah pulang
dan bisa ada disamping aku lagi.” Kataku penuh kebahagiaan.
“Iya sayang, Papa juga seneng
bisa disamping kamu lagi. Habis jadwal Papa terlalu panjang, jadi Papa wakilin
aja ke Om Didik. Kan dia juga bisa urusin bisnis Papa.” Kata Papa dengan alasan
panjang lebar.
“Pa, Ma kenapa aku ada di sini ?
padahal tadi siang aku tidurnya dikamar. Kok bangun-bangun nyasar ke tempat
ini, aku lagi mimpi yaa..” Tanyaku penuh penasaran.
“Nggak sayang, kamu kecapekan
sehingga kamu harus rawat inap beberapa hari di sini.” Jawab Mama sambil
menenangkanku
“Aku gapapa kan ?” Tanyaku
singkat.
“Kamu gapapa kok sayang. Kamu cuma
capek aja, mungkin kamu terlalu banyak tugas sampe kamu jadi lupa jaga
kesehatan.” Jawab Papa meyakinkanku.
“Pa, ACnya matiin donk, dingin
banget rasanya. Bisa minta tolong kan Pa.”
“Siap bos kecil.” Gurau Papa
padaku.
3
hari telah berlalu, hari ini aku dibolehin pulang dari RS. Tapi aku belum bisa
masuk sekolah karena aku masih butuh istirahat untuk memulihkan kesehatanku
kembali. Aku baru tersadar 3 hari aku tak memegang Hpku yang tertinggal di laci
meja belajarku. Ketika kumembukanya, aku sangat terkejut karena begitu banyak
sms yang gaa karuan dari Yunaz. Dia marah karena aku 3 hari ngilang gitu aja
tanpa pamit. Aku akhirnya meminta maaf padanya, tapi aku membuat alasan lain
agar Yunaz tak khawatir dengan keadaanku yang sebenarnya.
Kini
aku kembali masuk ke sekolah. Hari ini aku diantar oleh supir kesayanganku,
Papa. Beliau memang supir setiaku dari bayi sampe sekarang. Beliau juga bisa
jadi temen curhatku kalo aku lagi kesel sama orang, atau mungkin lagi ada
masalah, karena solusi dari Papa paling siiph. Aku bangga memiliki Papa yang
sangat sayang dan peduli kepada keluarganya.
Setibanya
di depan kelas teman-teman udah nungguin. Nana berada paling depan. Ia
menyambutku dengan senyuman nyimutnya. Aku kembali membalas senyuman itu.
Ternyata setelah lama istirahat di rumah dan kembali bersekolah rasanya begitu
berbeda. Aku begitu rindu pada mereka, terutama Nana. Ia cerita kalo waktu aku
rawat inap dia sempat menjenguk, tapi karena aku lagi tidur dia gaa berani
bangunin. Jadi ia lebih memilih untuk langsung pulang dari pada nunggu
berjam-jam. Pelajaran hari ini cukup menyenangkan dan cukup aku bintangi,
Olahraga. Pelajaran ini sangat aku sukai karena manfaatnya tak kalah dengan
pelajaran lain. Kan kalo pelajaran di kelas ngelatih otak, kalo pelajaran
olahraga ini ngelatih otot. Hari ini aku belum bisa mengikutinya, karena hari
ini hari pertamaku masuk sekolah setelah sakit. Sayang sekali..
Jam
pelajaran pun usai, aku segera menuju gerbang sekolah untuk menunggu jemputan
Papa bareng Nana dan teman-teman lainnya. Aku melihat ke kanan kiri gerbang
sekolah, tapi aku tak menemukan Papa yang sedang menjemputku. Tak terasa
teman-teman yang ikut nunggu jemputan bareng aku berangsur-angsur dijemput,
termasuk Nana. Tapi ia memutuskan untuk menungguku sampai dijemput terlebih
dahulu. Karena mungkin terlalu lama menunggu, supir Nana memberi saran untuk
mengantarkanku ke rumah. Akhirnya karena hari sudah menjelang sore, aku
mengikuti saran itu.
Sore
ini Papa berjanji akan mengajakku membeli buku baru di toko buku. Aku
menanyakan pada Mama dimana Papa sebenarnya.
“Ma, Papa kemana kok tadi gaa
jemput aku siih ? lagi pula Papa tadi juga janji mau ngajak Nezti ke toko buku,
tapi kok malah gaa ada.. Kan jadi gaa asyik,,!” tanyaku pada Mama
“Gini Nez, tadi Papa telfon ke
Mama kalo Papa ada meeting mendadak di kantor. Sebenernya tadi sempet pulang
dan mau jemput kamu tapi waktunya mepet. Jadi maaf kalo Papa hari ini gak
jemput kamu ya Nez. Urusan ke toko buku ntar Mama anterin aja ya Nez, sekalian
Dede’ mau beli buku gambar sama pensil warna.” Jawab Mama begitu panjang
“Ok deh Ma, gaapapa. Penting aku
udah sampe rumah. Ya kan Ma ?” jawabku menanggapi alasan kenapa Papa gaa jemput
aku
“Iya sayang.” Jawab Mama begitu
singkat, padat, dan jelas.
Yunaz
hari ini kebetulan ada perlu untuk mencari buku untuk tugas sekolahnya. Aku
putuskan untuk memberitahu dimana aku biasa membeli buku dan perlengkapan lainnya
dan kebetulan Yunaz mengetahui tempatnya. Sekalian aja bareng, tapi gaa mungkin
kalo berangkat bareng.
Malam
harinya aku berangkat ke toko buku yang aku maksud. Ternyata Mama memang
mengajakku ke tempat ini. Aku belum tau apakah Yunaz sudah datang atau belum
yang pasti kita akan bertemu disini. Tak terlalu lama aku memilih-milih buku
yang akan kubeli aku dicubit oleh orang, ternyata Yunaz. Mama segera
menghampiriku untuk membantu mencarikan buku yang kucari.
“Gimana Nez, udah ketemu bukunya
?” tanya Mama padaku
“Belum Ma, ini masih yang materi
dasarnya aja. Yang pendalaman materi dan soal-soal percobaannya belum. Bantuin
ya Ma !” pintaku pada Mama
“Iya sayang, lho ini siapa Nez ?”
tanya Mama padaku ketika melihat Yunaz.
“Temen Ma, kebetulan tadi ketemu
di sini. Kenalin Ma ini Yunaz.” Jawabku dengan sedikit tercantum kebohongan
“Temen apa pacar sih Nez ? kan
sekali-kali curhat ke Mama gaapapa Nez jangan ke Papa terus. Kalo pacar juga
gaapapa Nez. Kamu udah dewasa, tapi jangan sampe kamu lupa tugas utamamu sebagai
pelajar.” Jawab Mama sedikit menggodaku
“Beneran tante kalo pacar gaapapa
? Tante bercanda nih.” Sela Yunaz
“Kamu apaan sih Naz ? ada-ada
aja.” Balasku agak jengkel
“Lho, kok jadi bertengkar sih ?
kalian udah pada gede, gak malu sama Dede’ ?” Mama kembali bercanda denganku
dan Yunaz.
“Eiia ada Dede’, aku lupa kalo
ada Dede’. Sorry ya De’. Peace !” kataku karena aku baru sadar ada Dede’ di
sebelahku
“jadi kalian emang pacaran nih ?
jujur aja lah Nez, Mama ngizinin kok, tapi inget pesan Mama tadi. Belajarnya
nomer satu. Yunaz juga, jangan lupa tugasnya sebagai pelajar ya.” Pesan Mama
pada Yunaz
“Siap Tante, aku kan selalu
belajar giat, biar gak kalah sama Nezti, dia kan jagoan di sekolah.” Canda Yunaz
“Mulai deh nihh.. Gaa di sms, gaa
ngobrol sama aja candaannya.” Ucapku kesal sambil mencari buku yang aku
inginkan
“Yahh Tante, Nezti marah. Gawat
Tante.” Keluh Yunaz ke Mama
“Kamu sihh godain Nezti terus,
marah deh Neztinya, !” balas Mama ke Yunaz
“Iya juga ya Tante. Nahh, aku
udah nemuin buku yang aku cari, kamu udah belum Nez ?” balas Yunaz ke aku dan
Mama
“Udah nih, balik yuk.” Kataku
“Ok, ayo ke kasir Nez !” balas
Mama
Siap Ma. Ayo Naz !” jawabku ke
Mama dan Yunaz
“Meluncur !” balas Yunaz
Akhirnya
aku telah selesai mencari buku, begitu juga dengan Yunaz. Aku senang Mama bisa
tenang menerima Yunaz sebagai pacar aku. Kelihatannya Mama memang orangnya
kayak Papa, enak buat tempat curhat. Besok Mama meminta Yunaz untuk main ke
rumah. Yunaz menyanggupinya, aku sangat senang.
Keesokan
harinya Papa sudah berada di rumah, Beliau meminta maaf padaku karena kemarin
tak bisa menjemputku. Aku mengerti posisi Papa dengan bisnisnya. Beliau sangat
sibuk karena harus meeting kesana kemari. Hari ini aku akan diantar oleh Papa
dan dijemput oleh Papa lagi.
Sepulang
dari sekolah, aku melihat ada motor yang terparkir di halaman rumahku. Saat aku
masuk ternyata ada Mama dan Yunaz.
“Assalamu’alaikum..” ucapku
bersamaan dengan Papa
“Wa’alaikumsalam..” jawab Mama
dan Yunaz
“Ada tamu Ma, siapa ini Ma ? kok
Papa belum pernah lihat.” Tanya Papa dengan suara lirih
“Ntar juga kenal Pa, tunggu aja.”
Jawab Mama pada Papa
“Nez, ganti baju dulu sana, terus
kesini ya Nez !” perintah Mama padaku
“Siap Ma.” Jawabku simple
Aku
segera ganti baju dan menuju ke ruang tamu. Tapi saat aku menuju ruang tamu tak
kudapati Papa dan Mama disini. Ternyata mereka sedang mengobrol di ruang
keluarga. Akhirnya aku memutuskan untuk menemani Yunaz terlebih dahulu.
“Kenalin Pa, ini Yunaz. Dia itu
anaknya sholeh, sopan, pinter juga pengertian. Gimana menurut Papa ?” Goda Mama
padaku
“Menurut Papa juga gitu Ma,
kelihatan dari dandanannya. Bisa diandalkan. Memang dia siapa Ma, Papa
penasaran !” tanya Papa penuh penasaran
“Dia itu pacarnya Nezti Pa, Mama
gak bisa berbuat apa-apa Pa. Yang penting buat Mama asal Nezti seneng, Mama
juga seneng Pa. Mama takut kehilangan Nezti Pa. Mama sayang sama Nezti. Mama
harap Yunaz bisa jagain Nezti dengan baik. Dan gak buat Nezti kecewa.” Terang
Mama sambil meneteskan air mata
“Papa juga sama kayak Mama. Papa
gak sanggup kehilangan putri Papa ini. Papa pengen lihat dia bahagia Ma. Papa
akan berpesan pada Yunaz untuk menjaga dan membahagiakan Nezti Ma. Tapi jangan
nangis Ma, nanti Nezti curiga.” pinta Papa pada mama
“Iya Pa, Mama cuci muka dulu ntar
langsung ke ruang tamu. Papa duluan aja. Jangan lama-lama.” Kata Mama
“Iya Ma,” Jawab Papa
*di ruang tamu
“Gimana ngobrolnya, udah selesai
belum. Kelihatannya kok asyik banget. Papa gak ganggu kan Nez ?” canda Papa
“Papa apaan sih, ya nggak sama
sekali lah Pa.” Jawabku
“Iya Om, malah saya seneng Om mau
nemenin saya disini sama Nezti. Kan kalo 2 orang yang bukan muhrim sendirian yg
ketiga setan. Jadi kalo ada Om kan gaa bakal ada setan.” Canda Yunaz
“Kamu cerdas Yunaz.” Puji Papa pada
Yunaz
“Makasih Om.” Jawab Yunaz
“Wahh wahh, udah pada asyik
ngobrol nih, Mama ketinggalan dong. Mama gabung ya !” Sela Mama
“Silahkan Ma.” Jawabku
“Jadi begini Yunaz, Om sengaja
minta kamu ke sini lewat Mamanya Nezti. Karena Om pengen tau gimana sebenernya
kekasih hati putri Om ini. Om penasaran banget sama kamu. Dan akhirnya sekarang
kita bisa kumpul disini.” Terang Papa
“Iya Om. Saya seneng bisa ketemu
langsung sama Om dan Tante disini.” Jawab Yunaz
Setelah
cukup lama mengobrol, Yunaz meminta izin pada Papa dan Mama untuk pulang karena
hari sudah menjelang sore.
“Om, Tante saya pamit dulu. Gaa
terasa ternyata udah sore. Kapan-kapan kalo saya ada waktu saya main lagi ke
sini.” Ucap Yunaz meminta izin
“Baiklah, tapi sebelum kamu
pulang Om sama Tante pengen kasih pesen ke kamu.” Kata Papa
“pesan apa Om ?” tanya Yunaz
begitu simple
“Om dan Tante harap kamu bisa
jaga Nezti seperti kamu jaga diri kamu sendiri. Dan kami juga berharap jangan
sampai kamu lukain hati Nezti. Apa kamu sanggup ?” pesan Papa pada Yunaz
“Insya Allah saya siap Om. Saya
sayang sama Nezti.” Jawab Yunaz dengan penuh percaya diri
“terima kasih Naz, kami percaya
kamu bisa.” Harap Mama
“Iya tante. Nez, aku duluan ya.
Kapan-kapan aku maen lagi deh” Kata Yunaz
“Ok Naz, hati-hati dijalan ya.
Jangan ngebut soalnya jalanan kalo sore kan rame.” Pintaku pada Yunaz
“Iya Nez, aku bakal hati-hati.
Duluan ya Nez. Assalamu’alaikum Nezti. Mari Om, Tante” ucap Yunaz sedari pergi
“Wa’alaikumsalam” Jawab Papa,
Mama, dan aku serentak
Tak
terasa telah hampir satu tahun aku menjalin cinta dengan Yunaz. Aku sekarang
telah menduduki tingkat SMA. Aku senang karena aku masih bisa satu sekolah
dengan sahabatku dari SMP, Nana. Bahkan tak hanya satu sekolah, kami juga satu
kelas dan sebangku. Hari-hariku di SMA sangat menyenangkan, aku bisa
bersosialisasi dengan dunia di luar sana. Tapi aku masih tetap bersama dengan
kekasihku Yunaz yang selalu membimbingku agar tak belok dari rel kehidupanku.
Aku merasa semakin hari aku semakin mengerti arti sebuah ketulusan hati. Aku
menyadari betapa pedulinya Yunaz kepadaku. Aku bersyukur bisa memiliki keluarga
dan kekasih seperti ini. Mereka begitu sayang padaku dan tak pernah menyakiti
perasaanku.
Pagi
ini aku merasa ada yang mengganjal di hatiku, aku tiba-tiba ingin menjauh dari
orang yang kusayang, Yunaz. Aku merasa
ini benar-benar aneh, akhirnya kuputuskan untuk mengajaknya keluar rumah hari
ini. Kebetulan dia sedang ada waktu longgar. Aku ingin mengajaknya ke tempat yg
myngkin ia belum mengenalnya. Di sebuah tempat yg bisa membuatku begitu tenang
ketika sedang ada masalah.
Pukul
9 pagi aku keluar bersama Yunaz. Aku menunjukkan arah menuju tempat itu.
Setelah kurang lebih 15 menit aku dan Yunaz sampai di tempat yang kumaksud. Yunaz
tak menyangka aku bisa menemukan tempat seperti ini. Padahal dibalik itu, aku
telah menyusunnya sejak aku memiliki penyakit yg mungkin akan membuatku hidupku
semakin pendek. Aku segera mengungkapkan tujuanku mengajaknya kemari. Aku
sedikit ragu untuk mengatakannya, tapi aku tak mau terlambat untuk
mengatakannya. Setelah Yunaz mendengar kata-kata yg keluar dari mulutku Ia
terlihat begitu sedih, marah, kecewa, semua itu menjadi satu dalam raut Yunaz.
Aku benar-benar tak tega melihatnya, namun aku semakin tidak tega Ia kehilangan
aku dengan keadaan yang begitu menyakitkan yang mungkin lebih menyakitkan dari
ini.
Setelah
satu minggu aku putus dengan Yunaz aku kembali masuk RS. Aku benar-benar merasa
umurku telah hampir habis. Aku memberi pesan pada Mama, agar Mama membuka laci
di meja belajarku ketika saatnya tiba. Mama mengerti apa maksudku. Aku segera
masuk ke dalam ruangan yang begitu dingin, bahkan mungkin lebih dingin dari
saat aku berada di Korea saat liburan keluarga. Badanku terasa begitu menggigil
dan susah untuk digerakkan. Aku begitu bingung kenapa aku menjadi seperti ini,
aku berfikir penyakitku telah tak bersahabat denganku lagi.
Mungkin
memang ini kehendak-Nya, aku mendengar obrolan antara Mama, Papa, dan dokter.
Namun aku tak mengerti keadaanku sedang sadar atau tidak.
“Dok, bagaimana keadaan putri
saya. Tolong lakukan apa saja untuk menolongnya Dok” Tangis mama
“Iya dok, tolong Nezti. Dia bisa
diselamatkan Dok. Tolong dokter berusaha keras Dok. Saya ingin melihatnya
bahagia Dok. Saya tak ingin dia merasakan sakit di tubuhnya.” Ucap Papa
“Baik, namun kesempatan untuk
menyelamatkan Nezti sangat kecil karena tumor otak yg menyerangnya telah
membesar dan sangat berbahaya.” Tegas Dokter
Aku
mendengar semua itu, aku mengerti apa sebenarnya penyakitku. Namun dibalik ini
semua, aku telah mengetahui berita itu dari dulu. Papa dan Mama mungkin sengaja
menyembunyikannya dariku agar aku tetap tegar. Aku mengerti maksud mereka.
Mereka sangat sayang padaku sehingga mereka menyembunyikan berita buruk itu
dariku.
Tiba-tiba
Mama berteriak memanggil dokter, aku mendengarnya namun aku tak mengerti apa yg
terjadi sebenarnya. Aku sempat mengingat kembali Yunaz. Dia telah bahagia
bersama pacar barunya, aku senang dia bisa mencari penggantiku dengan cepat
sehingga dia tak begitu lama terlarut dalam kesediNaz karena kehilangan aku.
“Mama, Yunaz.” Ucapku lirih
“Iya sayang, Yunaz bakal kesini.
Dia lagi dijalan.” Terang Mama
“biarin dia bahagia sama pacar
barunya, aku seneng Ma. Aku juga pengen ketemu Nana” Ucapanku makin lirih
bahkan hampir tak terdengar
“Iya Nezti. Sabar ya sayang. Nana
juga bakal kesini. Bentar lagi dateng.” Ucap Mama seraya menangis
“jangan nangis Pa, Ma. Nezti
sedih liat kalian nangis.” Aku ikut menangis. Aku berharap bisa lebih lama
bersama mereka, disamping mereka
“Nezti,”
Aku mendengar ada orang yg
memanggilku.
“Nezti, aku sayang kamu Nez, aku
gaa mau kehilangan kamu” tangis Yunaz
“Naz, aku juga sayang sama kamu.
Jaga pacarmu dengan baik, seperti kamu jagain aku dulu. Aku bangga sama kamu Naz.”
Tangisku
“Nezti..” Yunaz menangis
“Nezti, aku disini Nez.” Sapa
Nana dengan ramah
“Na, aku kangen kamu.” Ucapku
“Semangat terus ya Na.” Lanjutku
“Nezti, aku masih pengen bisa
jadi sahabat kamu. Kamu sahabat terbaik aku Nez.” Terang Nana
Tetesan air mata Yunaz menyentuh
tanganku. Aku merasa makin ingin lebih lama bersama orang yg kusayang. Namun
aku tak dapat menghindari takdir
“Naz, jangan nangis. Aku juga
sedih kalo kamu sedih.” Tangisku
“Nezti, aku sayang kamu Nez. Nezti..”
Yunaz semakin menangis
Tiiiiiit.....
“Nezti...” semua orang di
sekelilingku menangis
Aku
mengerti perasaan mereka saat ini. Mereka sangat sedih. Mama membuka laci di
meja belajarku. Mama menemukan begitu banyak amplop. Disitu terdapat banyak
nama-nama yg dituju oleh surat itu. Ada buat Mama, Papa, Dede’, Yunaz, dan
Nana.
Mereka membaca surat itu
masing-masing. Dan aku telah lega karena kini mereka mengerti apa maksudku
selama ini. Terutama Yunaz, sekarang Ia mengerti mengapa aku memutuskannya
dulu.
~
THE END
~